Wednesday, January 20, 2016

Berikan anak kita tantangan


Hari ini saya membaca ulasan dari P Rhenald Khasali mengenai cara mendidik anak. Saya suka sekali dengan Bapak satu ini, Guru besar manajemen kita dari UI ini begitu lugas dalam membuat cerita tenang ide-idenya. Topik kali ini adalah "Jauhkanlah Kemudahan dari anak kita".


Alkisah, ada seorang mahasiswi mengeluh. Dari SD hingga lulus S-1, ia selalu juara. Namun kini, di program S-2, ia begitu kesulitan menghadapi dosen. Judul tesisnya selalu ditolak tanpa alasan yang jelas. Kalau jadwal bertemu dibatalkan sepihak oleh dosen, ia sulit menerimanya.
Sementara itu, teman-temannya, yang cepat selesai, jago mencari celah. Ia menduga, teman-temannya yang tak sepintar dirinya itu "ada main" dengan dosen-dosennya. "Karena mereka tak sepintar aku," ujarnya.

Dugaan awal, di balik nilai-nilai tinggi yang dicapai semasa sekolah, dia menyandang persoalan besar, yaitu : kesombongan dan ketidakmampuan menghadapi kesulitan. Bila hal ini saja tak bisa diatasi, maka masa depan ekonominya pun akan sulit.

Hadiah orangtua

Psikolog Stanford University, Carol Dweck, menulis temuan dari eksperimennya dalam buku The New Psychology of Success, menulis,
"Hadiah terpenting dan terindah dari orangtua pada anak-anaknya adalah tantangan".
Yap, tantangan. Apa itu tantangan? Kita bisa mendifinisikan tantangan sebagai berikut :
  1. kesulitan-kesulitan hidup, 
  2. rasa frustrasi dalam memecahkan masalah, 
  3. kegagalan "membuka pintu" permasalahan,
  4. jatuh bangun di usia muda. 
  5. dll, pokoknya yang bikin hati ngeses
Banyak diantara para orangtua yang cepat-cepat ingin mengambil masalah yang dihadapi anak-anaknya. Lalu diselesaikan dengan caranya.

Kesulitan belajar anak-anak biasanya diatasi dengan mendatangkan guru-guru les, atau bahkan menyuap sekolah dan guru-gurunya (ampun deh). Bahkan, tak sedikit pejabat / artis yang mengambil alih tanggung jawab anak-anaknya ketika menghadapi proses hukum karena kelalaian mereka di jalan raya.

Termasuk di dalamnya adalah rasa bangga orangtua yang berlebihan ketika anak-anaknya mengalami kemudahan dalam belajar dibandingkan rekan-rekannya di sekolah.

Berkebalikan dengan pujian yang dibangga-banggakan, Dweck malah menganjurkan orangtua untuk mengucapkan kalimat seperti ini: "Maafkan Ibu telah membuat segala sesuatu terlalu gampang untukmu, Nak. Soal ini kurang menarik. Bagaimana kalau kita coba yang lebih menantang?"

Jadi, dari kecil, saran Dweck, anak-anak harus dibiasakan dibesarkan dalam alam yang menantang, bukan asal gampang atau digampangkan. Pujian boleh untuk menyemangati, bukan membuatnya selalu mudah.

Pak Renald lalu menceritakan kisah masa kecilnya yang hampir setiap saat menghadapi kesulitan dan tantangan. Kata reporter sebuah majalah, P Renald ini termasuk "bengal". Namun ibunya bilang, kalau dia. Kakak-kakaknya bilang bandel. Namun, otaknya bilang "selalu ada jalan keluar dari setiap kesulitan".

Dengan memberikan tantangan kepada anak-anak kita, begitu memasuki dunia dewasa, seorang anak akan melihat dunia yang jauh berbeda dengan masa kanak-kanak. Dunia orang dewasa, sejatinya, banyak keanehannya, tipu-tipunya. Hal gampang bisa dibuat menjadi sulit. Namun, otaknya selalu ingin membalikkannya.

Demikianlah, hal-hal sepele sering dibuat orang menjadi masalah besar.

Banyak ilmuwan pintar, tetapi reaktif dan cepat tersinggung. Demikian pula kalau orang sudah senang, apa pun yang kita inginkan selalu bisa diberikan.

Panggung Orang Dewasa

Dunia orang dewasa itu adalah sebuah panggung besar dengan unfair treatment yang menyakitkan bagi mereka yang dibesarkan dalam kemudahan dan alam yang protektif.

Kemudahan-kemudahan yang didapat pada usia muda akan hilang begitu seseorang tamat SMU.
Di dunia kerja, keadaan yang lebih menyakitkan akan mungkin lebih banyak lagi ditemui.

Fakta-fakta akan sangat mudah kita temui bahwa tak semua orang, yang secara akademis hebat, mampu menjadi pejabat atau CEO. Jawabannya hanya satu: hidup seperti ini sungguh menantang.

Tantangan-tantangan itu tak boleh membuat seseorang cepat menyerah atau secara defensif menyatakan para pemenang itu "bodoh", tidak logis, tidak mengerti, dan lain sebagainya.

Mungkin inilah yang perlu dilakukan orangtua dan kaum muda: belajar menghadapi realitas dunia orang dewasa, yaitu kesulitan dan rintangan.

Bagaimana menurut anda? Sudah siap untuk menyiapkan tantangan bagi putra-putri anda?

No comments:

Post a Comment